Pada tulisan kali ini akan memperhatikan dimensi-dimensi yang berbeda dari konflik di dalam pengelolaan SDA secara kolaboratif dengan tujuan untuk :
-Memberikan cara pandang baru terhadap konflik yang dapat timbul diantara banyak
kelompok pengguna sumberdaya alam
-Memperkenalkan unsur-unsur penting dalam konflik yang mempengaruhi cara bagaimana
konflik tersebut diselesaikan dan dikelola
-Membahas berbagai pendekatan pengelolaan konflik dengan masing-masing keuntungan
dan kerugian yang spesifik
-Mengusulkan metode-metode kolaboratif dari pengelolaan konflik alternatif (ACM) yang
berusaha untuk mengidentifikasikan kepentingan-kepentingan dan keuntungankeuntungan
bersama.
SIFAT KONFLIK
Ketika para penduduk lokal mengelola sumberdaya alam mereka secara kolaboratif, sangatlah
normal bila sebagian orang memiliki kepentingan-kepentingan yang berbeda dari yang lain
sehubungan dengan bagaimana menggunakan suatu sumberdaya. Bila kepentingan-kepentingan
yang berbeda ini kelihatannya bertentangan, maka terjadilah suatu konflik karena kepentingan tersebut.
KONFLIK DAN KEKERASAN
Konflik adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki
atau merasa diri mereka memiliki kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang
bertentangan.
Kekerasan adalah (terutama) suatu ancaman atau penggunaan kekuatan fisik yang
besar. Kekerasan dapat pula mencakup tindakan-tindakan, kata-kata, sikap-sikap atau
struktur-struktur yang menyebabkan kerusakan dan mencegah orang mencari sumber
penghidupan dan kesejahteraan mereka .
Sumber Fisher et al., 2000.
Konflik-konflik adalah fakta kehidupan. Konflik dapat terjadi terlepas dari apakah orang
menginginkannya atau tidak. Konflik-konflik terjadi bila orang-orang mengejar tujuan-tujuan
yang tidak sesuai atau bertentangan. Konflik-konflik melibatkan pemikiran-pemikiran (ideide),
emosi-emosi (perasaan-perasaan dan pandangan-pandangan) dan tindakan-tindakan
(tingkah laku) orang-orang.
Terkait dengan pemikiran, satu aspek kuncinya adalah bagaimana berbagai pihak-pihak yang
berkonflik “ menyusun kerangka” atau menafsir konflik (Lewicki, Grey dan Elliot, 2003).
Menyusun kerangka atau bingkai konflik adalah cara bagaimana orang-orang membangun
dan menggambarkan suatu konflik. Suatu kerangka memberikan wawasan-wawasan penting
ke dalam perspektif-persepektif, motivasi-motivasi dan kepentingan-kepentingan dari suatu
pihak. Pengelolaan konflik seringkali melibatkan suatu proses untuk membantu para pihak
untuk “menyusun kembali kerangka” konflik mereka, menggeser persepsi mereka terhadap
konflik atau cara mereka menyelesaikannya. Konflik-konflik seringkali melibatkan emosiemosi
yang kuat, seperti kesedihan, kemarahan dan/atau frustasi.
Sebagian dari tugas pengelolaan konflik adalah membantu orang untuk berhubungan dengan
atau mengatasi emosi-emosi tersebut, sehingga mereka lebih siap untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan di dalam konflik. Demikian pula, ada suatu komponen tingkah-laku atau
tindakan yang penting dalam konflik-konflik. Pengelolaan konflik termasuk juga membantu
orang untuk mengetahui cara-cara mengatur tingkah-laku mereka yang membantu
menyelesaikan yang mereka anggap sebagai perbedaan-perbedaan mereka.
Dalam pengelolaan sumberdaya alam, mengelola konflik memberikan seperangkat prinsip
dan alat untuk mentransformasikan konflik menjadi suatu kekuatan yang mempromosikan
penghidupan yang berkelanjutan. Khususnya, prinsip-prinsip dan alat-alat tersebut dapat
digunakan untuk memperkuat mekanisme hukum dan adat yang sudah ada untuk mengelola
konflik. Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu para praktisi sumberdaya alam dalam
mengelola ketegangan-ketegangan ketika dan sewaktu mereka muncul.
Kenyataannya, konflik-konflik dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang membangun dan
positif, tergantung pada cara orang-orang mengendalikannya. Contohnya, konflik dapat
membantu memperjelas kebijakan-kebijakan, institusi-institusi dan proses-proses yang
mengatur akses ke sumberdaya. Konflik dapat pula menjadi suatu kekuatan penting bagi
perubahan sosial, karena ia mengingatkan orang-orang akan :
-keluhan-keluhan dalam sistem sosial-ekonomi dan politik yang luas
-hukum-hukum atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersaing dan bertentangan yang
mengatur akses ke atau kontrol atas sumberdaya alam;
-kelemahan-kelemahan dari cara-cara dimana hukum-hukum atau kebijakan-kebijakan
pengelolaan sumberdaya alam diimplementasikan
-kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan orang untuk menampakkan hak-hak,
kepentingan-kepentingan dan prioritas-prioritas mereka
-kondisi-kondisi lingkungan yang tidak diinginkan, seperti pemanenan yang melelebihi
daya dukung sumberdaya alam terbarukan.
OPSI-OPSI YANG BERBEDA UNTUK MENGELOLA KONFLIK
Masyarakat-masyarakat lokal, para pengguna sumberdaya, manajer-manajer proyek dan para
pegawai pemerintah dapat memilih dari sejumlah opsi prosedural untuk mengelola konflik.
Mereka harus berhati-hati mempertimbangkan pro dan kontra dari setiap opsi yang mungkin
untuk memutuskan pendekatan mana yang memberikan keuntungan terbaik bagi mereka.
Tidak ada pendekatan untuk mengelola konflik sumberdaya alam yang sesuai untuk semua
situasi. Setiap pendekatan memiliki kekuatan-kekuatan dan keterbatasan-keterbatasannya
sendiri. Menentukan pendekatan yang paling sesuai dan legitim untuk menangani suatu
konflik akan tergantung pada situasinya.
Diskusi berikut mengenai berbagai opsi adalah untuk mebantu orang-orang menggunakan
keputusan-keputusan. Berbagai opsi pengelolaan konflik bervariasi dipandang dari segi
(Moore, 2003):
-pengakuan hukum atas proses dan hasil;
-Privasi pendekatan;
-Spesialisasi yang dibutuhkan dari pihak ketiga yang mungkin akan membantu pengelolaan konflik;
-Peran dan kewenangan dari pihak ketiga yang mungkin akan terlibat;
-Tipe keputusan yang akan dihasilkan;
-Jumlah paksaan yang digunakan oleh atau pada pihak-pihak yang berselisih
SUMBER : http://www.recoftc.org/site/fileadmin/docs/CABS/manuals/Conflict-Bahasa/Conflict-Bahasa-Chpt2.pdf
DIPOSTING OLEH
NIZMA HANIM
NPM 16109802
2KA04
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar