Minggu, 25 September 2011

Korupsi dalam perekonomian Indonesia

Pengertian Korupsi

Dalam bukunya Confronting Coruption(Jeremy Pope): The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-
kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.

Sudut Pandang Ekonomi
Definisi korupsi sesungguhnya beragam. Namun jika dipandang dari sisi ekonomi, korupsi berarti
the misuse of public office for private gain
Sedangkan, beban yang ditanggung pelaku-pelaku ekonomi akibat korupsi disebut high cost economy.Dari istilah pertama di atas, terlihat bahwa potensi korupsi membesar di negara-negara yag menerapkan kontrol pemerintah secara ketat dalam praktek perekonomian, alias memiliki monopoly power yang besar. Karena yang disalahgunakan di sini adalah perangkat-perangkat publik atau pemerintahan dan yang diuntungkan adalah kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi. Hal ini menunjukkan kekeliruan kebanyakan negara-negara berkembang yang latah mencontoh negara-negara kapitalis dalam hal pembukaan keran investasi asing secara longgar, namun dalam prakteknya justru terlalu banyak diatur oleh pemerintah dan bukannya melalui pencerdasan masyarakat terlebih dahulu sehingga bisa mendorong mereka sendirilah yang akan mengembangkan kerjasama dengan pihak asing. Padahal kemampuan dan kredibilitas moral pemerintah mereka sendiri belum cukup baik. Pada akhirnya, muncul high cost economy.
Contoh simpelnya adalah birokrasi, di mana aspek ini adalah sumber terbesar dan paling rata persebarannya di seantero negeri terhadap praktek korupsi. Di mana-mana tampak birokrasi menghadang sebagai momok, baik dalam hal administrasi kependudukan ataupun hal-hal yang berkaitan dengan administrasi usaha. Bahkan, sebuah sumber di internet menyebutkan bahwa gelembung biaya birokrasi yang tidak perlu ini menyedot sampai sekitar 20% dari anggaran pelaku usaha-usaha kecil, menurut statistik. Tentunya di sisi lain hal ini sangat menghambat perkembangan UKM-UKM, padahal UKM kita tahu adalah salahsatu tiang penyangga stabilitas ekonomi makro di Indonesia berhubung kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja secara masif.

Dampak Korupsi pada Pertumbuhan Ekonomi

Tanzi & Davoodi (1998) membuktikan bahwa dampak korupsi pada pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui empat hipotesis (semua dalam kondisi ceteris paribus):
  1. Hipotesis pertama: tingginya tingkat korupsi memiliki hubungan dengan tingginya investasi publik. Politisi yang korup akan meningkatkan anggaran untuk investasi publik. Sayangnya mereka melakukan itu bukan untuk memenuhi kepentingan publik, melainkan demi mencari kesempatan mengambil keuntungan dari proyek-proyek investasi tersebut. Oleh karena itu, walau dapat meningkatkan investasi publik, korupsi akan menurunkan produktivitas investasi publik tersebut. Dengan jalan ini korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.
  2. Hipotesis kedua: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya penerimaan negara. Hal ini terjadi bila korupsi berkontribusi pada penggelapan pajak, pembebasan pajak yang tidak sesuai aturan yang berlaku, dan lemahnya administrasi pajak. Akibatnya adalah penerimaan negara menjadi rendah dan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat.
  3. Hipotesis ketiga: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan rendahnya pengeluaran pemerintah untuk operasional dan maintenance. Seperti yang diuraikan pada hipotesis pertama, politisi yang korup akan memperjuangkan proyek-proyek investasi publik yang baru. Namun, karena yang diperjuangkan hanya proyek-proyek yang baru (demi mendapat kesempatan mencari keuntungan demi kepentingan pribadi) maka proyek-proyek lama yang sudah berjalan menjadi terbengkalai. Sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat
  4. Hipotesis keempat: tingginya tingkat korupsi berhubungan dengan kualitas investasi publik. Masih seperti yang terdapat dalam hipotesis pertama, bahwa dengan adanya niat politisi untuk korupsi maka investasi publik akan meningkat, namun perlu digarisbawahi bahwa yang meningkat adalah kuantitasnya, bukan kualitas. Politisi yang korup hanya peduli pada apa-apa yang mudah dilihat, bahwa telah berdiri proyek-proyek publik yang baru, akan tetapi bukan pada kualitasnya. Sebagai contoh adalah pada proyek pembangunan jalan yang dana pembangunannya telah dikorupsi. Jalan-jalan tersebut akan dibangun secara tidak memenuhi persyaratan jalan yang baik. Infrastruktur yang buruk akan menurunkan produktivitas yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa bahwa korupsi berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Referensi http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/05/09/dampak-laten-korupsi-terhadap-kondisi-ekonomi-beserta-opsi-solusi-kasus-indonesia/

http://bisnis.vivanews.com/news/read/104915-bahaya_korupsi_bagi_perekonomian



Diposting oleh NIZMA HANIM
3KA04
16109802
Mata kuliah Bhs.Indonesia
25 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar